Sabtu, 20 September 2008

EVOLUSI ADALAH NYATA

Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Biologi dan Biodiversitas Prokariot yang saya tulis pada tahun 2001.

Selama hidup, kita mendapati bahwa organisme yang bernyawa selalu mereproduksi dirinya sendiri. Gajah selalu mereproduksi gajah, burung gereja selalu mereproduksi burung gereja, mangga selalu menghasilkan mangga ; gajah tidak pernah mereproduksi burung gereja dan juga tidak pernah menghasilkan mangga. Ini adalah fakta yang tidak dapat dibantah oleh akal sehat dan sejarah sekalipun. Namun tidak jarang kita mendapati organisme berbeda yang sebelumnya belum pernah ada. Dalam hal ini “evolusi” adalah kata yang paling ampuh untuk menjelaskan fakta baru tersebut. Tapi apakah hal ini benar menurut ilmu pengetahuan ?

Permasalahan pertama dalam evolusi adalah apakah evolusi sendiri itu benar. Perdebatan mengenai permasalah klasik ini tidak akan pernah selesai untuk dibicarakan. Seperti kita membicarakan duluan mana antara ayam dan telur. Orang tidak mengetahui secara pasti apakah ayam yang lebih dulu ada ataukah telur. Begitu juga dengan evolusi. Di satu sisi kelompok “kreasionisme” mengganggap bahwa teori evolusi yang ada selama ini adalah kebohongan belaka (atau lebih tepatnya menyesatkan). Sementara di sisi lain kelompok “evolusionis” mengganggap bahwa hal itu adalah prinsip yang “urgent” sehingga perlu dikembangan lebih lanjut dalam skala ilmu pengetahuan yang lebih luas.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, terutama bidang biologi molekuler, konsep evolusi yang oleh Darwin dikatakan sebagai agen perubahan yang memunculkan banyak bentuk kehidupan seperti sekarang telah berkembang menjadi banyak teori evolusi, seperti evolusi manusia, kimia, sistem ekologi, perilaku, kebudayaan, penciptaan alam semesta, dan evolusi-evolusi lainnya.

Di antara peneliti yang mengembangkan konsep evolusi Darwin tersebut adalah Mojzsis, seorang ilmuwan yang mengenalkan bentuk awal kehidupan. Sampai dengan pertengahan pertama abad 20, ilmuwan percaya bahwa tidak ada kehidupan di bumi. Dengan teknik radio-isotop Majzsis menemukan fosil stromatolit yang diidentifikasi berumur lebih dari 3,85 milyar tahun yang. Peneliti lain yang dipelopori oleh Haldane (1932), Oparin (1938), dan Deckerson (1978) berhasil mencetuskan konsep evolusi kimiawi yang kemudian menjadi dasar pemikiran mengenai asal muasal kehidupan. Peneliti lain seperti Stainley L. Miller dan Harold C. Urey (1950) serta Sydney W. Fox menguji kebenaran teori Haldane dan koleganya yang akhirnya mendukung dan memberikan bukti kuat lainnya yang belum disebutkan sebelumnya mengenai Progenotes atau Protobion. Akhirnya perubahan besar disampaikan oleh Woose dkk (1990) dan Pace (1997) mengenai analisis 16s rRNA yang dapat digunakan untuk melacak asal usul dan kekerabatan makluk hidup.

Kalau kita mau jujur, dari serangkain penelitian di atas, saat ini kita mengetahui banyak hal mengenai kehidupan yang selama ini terselubung, seperti endosimbion, bentuk kehidupan ekstrim, fisiologis sel, protein dsb. Lebih jauh, kita juga bisa menerangkan mekanisme seleksi, mutasi, resistensi, dan variasi yang semua itu adalah bagian dari evolusi sepanjang rentang sejarah kehidupan. Aplikasi dari penemuan derivat yang di-inisiasi oleh pengetahuan di atas, saat ini kita bisa mendapatkan banyak produk seperti enzim termostabil, rekayasa genetika, pengendalian hama dan penyakit, penanganan senyawa pollutan non degradable, bidang medis, dan masih banyak lagi yang notabenenya bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak.

Dengan demikian kita sepakat bahwa teori evolusi adalah satu-satunya teori yang telah menyusup ke segenap aspek ilmu pengetahuan. Konsepnya sendiri yang mengandung implikasi bahwa dunia ini tidaklah statis tetapi berubah secara dinamis dan spesies kita adalah produk dari proses evolusi, tak terelakkan lagi telah mengubah pandangan dan pemahaman manusia tentang alam, dan tentang eksistensi dirinya sendiri. Karenanya evolusi kemudian menjadi sangat mudah diadopsi untuk dijadikan terminologi bagi banyak cabang ilmu pengetahuan.

Manusia baik secara individual ataupun kelompok adalah makluk yang memiliki kepribadian, keyakinan, keinginan, ambisi, serta kepentingan yang bersifat material ataupun filosofis-idiologis. Oleh karena itu manusia tidak akan pernah bisa melepaskan dirinya seratus persen dari elemen subyektifitas. Inilah yang melatarbelakangi banyaknya interpretasi tentang evolusi. Harun Yahya misalnya, seorang tokoh kreasionis modern telah memberikan perubahan pandangan dalam memahami evolusi. Ia membantah teori evolusi dengan pendekatan ilmiah, yang oleh generasi kreasionisme sebelumnya belum bisa diterangkan. Buku barunya yang berjudul “The Evolution Deceit” mengungkapkan banyak hal mengenai kebuntuan teori evolusi, baik evolusi molekuler, evolusi manusia, maupun teori evolusi yang lain. Dengan sangat mudahnya tokoh bernama Harun Yahya ini dalam sekejab “memangkas” ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses yang panjang. Lantas apakah ini musibah bagi ilmu pengetahuan ? Atau apakah ilmu pengetahuan telah mengalami “chaos” ?



Apa yang dikatakan oleh Harun Yahya pada dasarnya adalah perbedaan. Dalam komunitas masyarakat, apalagi masyarakat ilmiah, perbedaan adalah hal wajar seandainya diletakkan pada nilai obyektivitas ilmu pengetahuan. Sementara jika perbedaan diletakkan pada nilai-nilai dogmatis, maka yang ada adalah emosi membabi buta yang akhirnya justru akan merugikan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan berkembang karena keinginan orang untuk mencari tahu atau karena keberaniannya mempertanyakan sesuatu yang dianggap aneh. Dan ilmuwan sendiri bisa menghasilkan penemuan yang bermanfaat karena bisa mengalahkan keterbatasan dan mengekpresikan pikiran tanpa terbatasi oleh dogma-dogma yang belum tentu jelas.

Dalam memahami ilmu pengetahuan, prinsip Uniformitarianisme sangat diperlukan. Uniformitarianisme semata-mata menyatakan suatu proses yang kita lihat bekerja untuk jangka waktu singkat dapat berlaku lebih lama agar berakibat lebih besar secara proporsional. Meski dapat di uji, ia tidak benar-benar merupakan prinsip empiris : prinsip ini seharusnya lebih dipercaya karena kekuatan logisnya. Dengan prinsip inilah kita memperluas teori yang telah uji pada skala kecil untuk memperluas pengamatan pada skala yang lebih besar. Gravitasi, misalnya diajukan oleh Newton dari ‘kerja’ skala kecil mengenai gerakan benda-benda. Tak seorang pun mengetahui dan pernah secara langsung menguji bahwa bintang-bintang saling menarik satu sama lain seperti halnya apel ditarik ke bumi. Kita percaya uniformitarianisme, apabila uniformitarianisme ini kita tolak, semua ilmu pengetahuan menjadi mustahil. Apalagi belajar mengenai evolusi yang terpaut dengan ruang dan waktu.

Pendapat yang dikemukakan oleh Harun Yahya pada dasarnya adalah kekhawatiran munculnya paham materialisme modern berkedok ilmiah yang sebenarnya tidak beralasan. Jika pendekatan agama yang digunakan, maka alasan yang diambil pun kurang tepat, karena agama manapun tidak melarang umatnya untuk bertanya dan memahami kehidupan. Agama justru menyuruh umatnya untuk terus belajar dari fenomena alam yang ada, karena dari alam fakta itu ada. Pembelajaran proses kehidupan (seperti evolusi misalnya) tidak akan membawa orang pada penganut materialisme buta, malah semakin orang mendalami, semakin sadar ia akan kekuasaan Tuhan. Seandainya kita skeptis terhadap permasalahan evolusi, belum tentu saat ini kita bisa menyingkap banyak rahasia tentang kehidupan. Lebih jauh kita mungkin hanya akan menjadi makluk egois terhadap makluk hidup lainnya yang sama-sama diciptakan Tuhan. Akankah kita mengorbankan sesuatu yang essensial dalam hidup kita hanya karena dogma ?




Amsi Rahmanta

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO


Tulisan ini merupakan salah satu laporan Praktek Lapangan yang saya susun sewaktu masih kuliah dan aktif sebagai volunteer di TN.Gede Pangrango


Pengelolaan Taman Nasional secara umum ditekankan pada program konservasi lingkungan, yaitu untuk penelitian (study it), pemanfaatan (use it), dan kelestarian (save it). Strategi pemanfaatan (use it) menjadi dasar dari pengembangan wisata alam.

Sebagai suatu aktivitas wisata yang memanfaatkan sumberdaya alam sebagai obyek wisata, keberhasilan wisata alam sangat ditentukan oleh pengelolaan yang profesional. Pengelolaan wisata alam di TNGP dilaksanakan dengan tetap mengacu pada fungsi pokok Taman Nasional, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan sumberdaya hayati beserta ekosistemnya.

Secara garis besar, pengelolaan wisata alam di Taman Nasional gede Pangrango meliputi beberapa kegiatan, yaitu :

Penataan Ruang

Penataan ruang di TNGP disesuaikan dengan fungsi ruangnya berdasarkan sistem zonasi. Kegiatan wisata alam dilakukan pada zona pemanfaatan dan terbatas pada zona rimba

Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Meningkatnya arus pengunjung taman wisata akan meningkat pula tuntutan mereka terhadap pertambahan baik jumlah maupun ragam serta bentuk sarana dan prasarana yang mereka butuhkan (Ditjend PPA, 1979).

Fasilitas/sarana dan prasarana yang terdapat di TNGP meliputi pondok pemandangan, pos jaga, pos peristirahatan, shelter, MCK, papan penunjuk jalur, papan larangan, papan interpretasi, information centre, dan jalur trail wisata.

Pengelolaan sarana dan prasaran menjadi sangat penting karena merupakan parameter keberhasilan pengelolaan secara umum, disamping pengelolaan faktor-faktor lainnya. Kegiatan ini terdiri dari inventarisir, penataan, pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan. Fasilitas yang menjadi prioritas utama untuk diadakan, diperbanyak, dan direhabilitai adalah fasilitas umum yang bersifat vital seperti MCK. Rencananya MCK akan ditambah jumlahnya, khususnya di tempat-tempat yang banyak pengunjung seperti di Puncak Gede, atau di Alun-Alun Suryakencana. Pembangunan fasilitas MCK ini diusahakan menggunakan bahan bangunan yang tahan lama dan tidak mudah untuk di-vandalisme, seperti batu kali.

Dari data lapangan pemeliharaan fasilitas yang ada kurang baik, sebagian besar fasilitas kondisinya rusak dan tidak terawat dengan baik. Penyebab utama kerusakan fasilitas adalah karena faktor iklim/cuaca dan ulah pengunjung (vandalisme). Hanya fasilitas yang terdapat di kantor dan tempat-tempat yang ada petugas yang kelihatan terawat, seperti di pusat reservasi Wisma Cinta Alam dan pintu masuk Resort Cibodas.

Pengelolaan Informasi

Informasi merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan karena berkaitan dengan permintaan rekreasi. Pengelolaan informasi mempunyai dua sasaran, yaitu informasi kepada pengunjung (actual demand) dan informasi kepada masyarakat (potensial demand).

a.Informasi kepada pengunjung

Informasi kepada pengunjung bertujuan untuk mengenalkan potensi atau sumberdaya rekreasi sekaligus peraturan-peraturan yang berlaku di tempat ini agar kegiatan yang dilakukan pengunjung tidak menyebabkan kerusakan sumberdaya alam dan kecelakaan diri sendiri. Informasi ini sudah tersedia secara lengkap di pusat reservasi Wisma Cinta Alam Cibodas dan pintu masuk Resort Cibodas.

Penyampaian informasi ke pengunjung di tempuh melalui pemutaran slide dan kaset mengenai Taman Nasional, penyuluhan sewaktu mengurus perizinan, pencantuman ketentuan dan larangan selama berada di dalam kawasan, dan pembagian brosur/peta secara cuma-cuma.

Informasi mengenai peraturan sudah cukup memadai, tetapi mengenai jenis-jenis vegetasi dan satwa (terutama di sepanjang jalur trail) masih terasa sangat kurang. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memberikan papan nama pada jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dianggap penting yang mencakup nama jenis dan ciri-cirinya.

Aspek lain yang perlu mendapat perhatian adalah penyediaan petugas pemandu yang berkualitas. Petugas pemandu ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai sumberdaya di sepanjang trail yang dilalui pengunjung, sehingga selain berekreasi, pengunjung juga memperoleh tambahan informasi mengenai kekayaan flora dan fauna yang ada di Taman Nasional.

b.Informasi kepada masyarakat

Sebagai barang publik yang nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat, wisata alam harus diketahui secara luas. Pemberian informasi kepada masyarakat penting untuk menarik minat masyarakat baik secara perorangan maupun kolektif untuk datang ke Taman Nasional Gede Pangrango. Salah satu cara yang ditempuh adalah promosi melalui surat kabar, televisi, radio, brosur, internet, seminar, serasehan, atau melalui komunikasi langsung kepada masyarakat.

Pengelolaan informasi juga dilaksanakan dengan pemberian informasi kepada pihak yang ikut andil dalam mencemari lingkungan baik secara langsung atau tidak langsung. Informasi seperti ini biasanya diberikan kepada perusahaan yang sampah hasil produksinya banyak dijumpai mencemari kawasan, seperti perusahaan air minum dan permen. Adannya informasi seperti ini diharapkan perusahaan yang bersangkutan mempunyai kepedulian untuk menjaga lingkungan atau mengganti bahan bakunya yang ramah lingkungan.

Pengelolaan Pengunjung

Kegiatan pengelolaan pengunjung diberikan untuk memberi pengertian, rasa aman, nyaman dan kelancaran kepada pengunjung dalam menikmati obyek wisata alam. Wujud kegiatan berupa pelayanan (termasuk interpretasi), pengaturan dan pembatasan pengunjung, pembedaan pengunjung berdasarkan motivasi, pengawasan, dan penjualan paket wisata.

Yang dimaksud dengan interpretasi menurut Ditjen PHPA (1988) adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditujukan kepada pengunjung kawasan konsrvasi alam, yang mana merupakan kombinasi dari enam hal, yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan, inspirasi, dan promosi.

Selain bertujuan memberikan informasi, pelayanan interpretasi juga bersifat memberikan pendidikan lingkungan bagi para pengunjung. Efektifitas fungsi interpretasi sebagai media pendidikan lingkungan (environment education) bagi pengunjung akan sangat berpengaruh terhadap perilaku pengunjung di dalam kawasan. Interprerasi juga merupakan tindakan antisipatif terhadap pelanggaran, kerusakan sumberdaya alam, dan keselamatan pengunjung.

Pengaturan jumlah pengunjung dilakukan agar daya dukung kawasan tetap terjaga sehingga sumberdaya alam tidak rusak. TNGP telah menerapkan peraturan yang ketat bahwa jumlah pengunjung maksimal 2000 orang per hari. Angka ini berdasarkan penelitian yang dilakukan mahasiswa IPB.

Pembedaan pengunjung juga merupakan salah satu bentuk pengelolaan. Dalam hal ini perlu dibedakan pengunjung dengan minat khusus dan pengunjung dengan minat massal. Pentingnya pembedaan pengunjung untuk memudahkan pelayanan, interpretasi, meminimalkan dampak kerusakan kawasan, dan untuk kepuasan pengunjung sendiri.

Kebutuhan masyarakat akan jenis wisata semakin meningkat, sedangkan
pengelolaannya sendiri juga semakin butuh profesionalisme serta dana yang banyak. Untuk mengatasi permasalahan ini telah dilaksanakan program penjualan paket wisata yang berorientasi profit. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber dana tambahan untuk perbaikan sapras, pengadaan media informasi, bantuan financial kepada sekolah yang berminat untuk mengambil paket tapi kekurangan dana, perbanyakan brosur, dan menambah pemasukan pengelola. Paket wisata yang telah ada adalah paket wisata mina khusus, paket wisata budaya, dan paket wisata pendidikan lingkungan. Paket wisata yang sudah terlaksana adalah paket wisata pendidikan lingkungan, seperti Kemah Konservasi (camp conservation)dan school visit. Kemah Konservasi diperuntukkan untuk anak SMP dan SMA, sedangkan school visit untuk anak TK dan SD.

Pengelolaan Sumberdaya Alam

Nilai estetika suatu kawasan, seperti suasana alam, pemandangan yang indah, keheningan, kicauan burung, gemericik air, suara binatang, akan mudah terusak oleh berbagai macam pembangunan bila pengelolannya tidak dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu, pengelola kawasan konservasi harus mengidentifikasi ciri-ciri alam yang mana akan diawetkan dan mengambil tindakan yang memadai untuk melindunginya (Mackinnon, Child dan Thorsell, 1986).

Potensi utama wisata alam di TNGP adalah puncak gunung dengan hamparan Eidelweissnya, air terjun, sumber air panas, kawah gunung berapi, dan keindahan alamnya. Oleh sebab itu usaha pengelolaan ditekankan pada potensi kawasan tersebut dengan tetap mengacu pada fungsi utama. Untuk mengelola potensi kawasan tersebut telah dilakukan alternatif pengelolaan bersifat preventif dan reaktif.

Alternatif pengelolaan bersifat preventif adalah alternatif pengelolaan untuk mencegah tindakan tidak bersifat negatif, merugikan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Contoh dari pengelolaan seperti ini misalnya interpretasi pengunjung sebelum memasuki kawasan dan pencantuman larangan pada peizinan (Lampiran 5). Alternatif pengelolaan bersifat reaktif dilaksanakan setelah muncul pelanggaran. Dalam hal ini Jagawana dan Polisi yang paling berperan. Sanksi yang diberikan berupa sanksi yang bersifat mendidik (sanksi education) atau sanksi pidana, tergantung besar kecilnya pelanggaran. Tujuan utama diberikannya sanksi adalah menyentuh hati kecil dan menumbuhkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan.

Pengelolaan Sumberdaya Manusia

Keberhasian kegiatan pengelolaan sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia yang mengelola. Untuk itu Balai Taman Nasional Gede Pangrango selalu aktif mengadakan kegiatan peningkatan sumberdaya manusia baik kualitas maupun kuantitasnya. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pelatihan bahasa inggris (training convervasions), sertifikasi guide (dalam rencana), saresehan, studi banding, dan seminar yang melibatkan petugas lapangan, petugas kantor, volunteer, mitra Taman Nasional, dan masyarakat sekitar.

Peningkatkan kegiatan kemitraan wisata alam

Salah satu pengelolaan wisata alam yang dilaksanakan oleh TNGP adalah menjalin kemitraan. Kemitraan wisata alam ini dilaksanakan bekerjasama dengan instansi/organisasi pemerintah, pihak swasta, LSM, dan masyarakat sekitar. Kegiatan kemitraan ini selengkapnya dapat di lihat pada Lampiran 6. Di samping itu, dalam rangka peningkatan peran dan manfaat Taman Nasional di bidang pariwisata maka di bentuk juga konsorsium yang beranggotakan lembaga perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Konsorsium ini dinamakan Konsorsium Gede Pahala. Dalam pelaksanaannya konsorsium ini bersifat sebagai lembaga koordinatif, konsultatif, dan pengarah bagi kegiatan yang di rancang konsorsium. Selain itu juga dikembangkan sub konsorsium yang mengelola kegiatan pendidikan konservasi yang terdiri dari TNGP, Coservation International Indonesia Program (CI-IP), dan Yayasan Alami.

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata alam di TNGP juga tidak bisa diabaikan. TNGP sangat memerlukan kerjasama untuk banyak masalah yang tidak dapat ditangani sendiri oleh Taman Nasional. Partisipasi masyarakat ini antara lain adanya kelompok guide lokal, kelompok pecinta alam, kader konservasi, dan kelompok pelestari sumberdaya alam.


Copyright : Amsi Rahmanta