Kau tentu akan merasa kecil jika dibandingkan dengan bentangan laut dan pantai. Atau dengan kerumunan pohon lebat yang sering kau sebut hutan. Juga ketakjuban akan kreasi Tuhan yang selama ini kau sebut alam. Kau bisa membuktikannya. Kau bisa menjadi saksi betapa luar biasa kreasi Tuhan. Dan kau akan merasa kecil jika dibandingkan dengan itu semua. Kau juga bisa mengalahkan egomu yang selalu membisikkan bahwa kau yang terkuat. Kau juga bisa menyakinkan dirimu sekali lagi, bahwa kau bisa. Kau bisa melewati itu semua. Kau bisa memberikan arti buat teman perjalananmu. Dan akhirnya, kau bisa mengatakan bahwa kau adalah OHMANESA WASHTE, “petualang yang baik”.
Nama “Ohmanesa wasthe” diambil dari bahasa Indian yang berarti “petualang yang baik”. Ekspedisi ini dilaksanakan di Taman Nasional Ujung Kulon (rute Taman Jaya – karang ranjang – Kalajetan – Cegok – pegunungan honje – Taman jaya) pada tanggal 1-4 September 2005. Wounded Knee, (The Custodian Mother of Nature), organisasi pecinta dan penggiat alam yang bermarkas di RS. Puri Cinere, Jl. Maribaya I, Limo, Depok menjadi panitia pelaksana ekspedisi tersebut.
Ohmanesa washte adalah ekspedisi yang unik. Ekspedisi yang lain dari yang lain, karena tujuan utamanya bukan hanya sekedar melihat keindahan Ujung Kulon yang gaungnya sudah mendunia, melainkan lebih bertujuan untuk mengangkat sisi kemanusiaan, mendewasakan emosional, dan mewujudkan kekompakan dan kebersamaan, sehingga setiap peserta dapat menjadi ohmanesa washte, petualang yang baik. Maka tidak heran, peserta ekspedisi ini berasal dari berbagai kalangan profesi dan usia. Sebanyak 70 orang peserta berasal dari dokter spesialis, karyawan swasta, perawat, seniman, ilmuwan, mahasiswa, dan profesi lain. Usianya pun sangat beragam dari anak-anak sampai orang tua. Peserta termuda berumur 11 tahun dan yang paling tua berumur 64 tahun. Meskipun berasal dari berbagai unsur dan usia tujuannya adalah sama yaitu menjadi ohmanesa washte, petualang yang baik. Selama tiga bulan panitia mempersiapkan segala keperluan untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Langkah pertama yang dilakukan panitia adalah sosialisasi kegiatan melalui mulut ke mulut, edaran resmi, dan situs internet (www.rspuricinere.com). Di luar dugaan sosialisasi tersebut cukup mendapatkan sambutan yang hangat. Tidak kurang ada 100 orang yang mendaftar. Mengingat kapasitas armada angkutan yang terbatas, peserta yang diterima adalah 60 pendaftar pertama.
Panitia memberlakukan aturan wajib terhadap 60 peserta tersebut. Salah satu aturan wajib tersebut adalah kewajiban peserta untuk mengikuti tenichal meeting, aklimatisasi, diskusi alam, latihan fisik, dan minum obat anti malaria, mengingat Ujung Kulon masih merupakan daerah endemik malaria. Tenichal meeting I membahas mengenai gambaran umum kegiatan dan pembekalan peserta mengenai dasar-dasar survival dan perencanaan kegiatan alam bebas. Tenichal meeting II yang dilaksanakan H-3 merupakan koordinasi akhir sebelum perjalanan yang sebenarnya. Sedangkan aklimatisasi dilakukan di base camp Rumpin, Leuwiliang, Bogor pada tanggal 8-9 Agustus 2005. Tujuan aklimatisasi adalah melihat tingkat emosional peserta dan kemampuan fisiknya. Aklimatisasi ini dibuat mirip dengan kondisi di lapangan, di mana dalam aklimatisasi ini peserta diberikan materi mengenai pengenalan tanda-tanda medan, teknik pembacaan peta, jurik malam, juga disisipkan acara diskusi alam pada tiap pos yang membahas permasalah yang sering dihadapi dalam perjalanan ke alam bebas. Latihan fisik dilakukan setiap hari selasa dengan bermain bola di lapangan bola Limo, Depok. Sayangnya latihan fisik ini hanya dihadiri beberapa peserta mengingat waktu latihannya pada hari kerja (selasa). Sekilas terlihat bahwa aturan yang diberlakukan panitia terkesan kaku dan terlalu ketat. Akan tetapi, pada dasarnya aturan tersebut bertujuan agar ekspedisi yang dilakukan berjalan dengan aman, lancar, dan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Terbukti, dengan persiapan yang matang tersebut, ekspedisi ohmanesa washte berjalan dengan sukses. Hal ini bisa dilihat dari target ekspedisi yang tercapai hampir 100%. Target yang dimaksud di sini adalah target waktu perjalanan dan target jumlah peserta yang berhasil menyelesaikan ekspedisi. Mengenai target waktu perjalanan, dari pos ke pos, waktu istirahat dan makan, buka tenda, tidur, dan briefing di lapangan sesuai dengan jadwal, dan kalaupun ada perbedaan tidak lebih dari setengah jam. Koordinator lapangan memegang andil yang besar dalam mengatur alokasi waktu tersebut. Satu hal yang tidak sesuai adalah mengenai pemberangkatan dari Jakarta menuju Taman Jaya yang mengalami keterlambatan karena mobil marinir yang di sewa mengalami kerusakan sehingga harus diganti dengan mobil yang lain. Untungnya keterlambatan tersebut tidak mempengaruhi jadwal ekspedisi karena tracking Ujung Kulon tetap bisa dilaksanakan sesuai jadwal ekspedisi, yaitu pukul 06.00 WIB hari berikutnya (Jumat). Mengenai target peserta, semua peserta berhasil menyelesaikan ekspedisi sesuai dengan jadwal dan rute yang sudah ditentukan. Dalam ekspedisi ini peserta di bagi dalam lima kelompok besar ( Oglala, Dakota, Teton, Sioux, dan Santee) berhasil menunjukkan kekompakan dan kebersamaan, meskipun pada awal perjalanan menuju pos Karang Ranjang kelompok sempat tercerai berai. Hal ini karena ada beberapa peserta yang masih mengikuti egonya masing-masing dan belum memahami pentingnya kebersamaan.
Mengenai kerjasama dan kekompakan anggota kelompok, perlu mendapatkan acungan jempol untuk semua peserta mengingat peserta berasal dari latar belakang berbeda dengan kemampuan fisik yang berbeda pula. Dalam menghadapi kondisi medan yang cukup berat di lapangan (panas, haus, lapar, angin, pasir lembut, di kejar target), dimana hal tersebut sering menimbulkan konflik individu dan kelompok, ternyata bisa dilewati peserta dengan sangat baik. Sekali lagi, peserta patut mendapatkan acungan jempol karena bisa menunjukkan kegigihan yang luar biasa dalam mengatasi hal tersebut. Kesuksesan Ohmanesa Washte tidak lepas dari kerja keras Koordiantor Lapangan (Amsi, Anton, Broto, Nur) yang selalu memberikan motivasi kepada peserta untuk pantang menyerah dan selalu mengutamakan kerjasama dan kebersamaan. Tidak henti-hentinya disampaikan kepada peserta bahwa perjalanan ekspedisi ini adalah sebuah misi, yang mau tidak mau semua peserta harus menyelesaikannya, karena keberhasilan misi ini dapat menjadi titik tolak untuk keberhasilan yang lebih besar, yang lebih nyata dan sebenarnya, yaitu keberhasilan di tempat dimana peseta melakukan aktivitas pekerjaan, baik yang menjadi karyawan, perawat, pelajar, mahasiswa, atau profesi yang lain. Dalam setiap briefing sebelum melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya, selalu di tanamkan bahwa ekspedisi ini juga merupakan “character building”, ajang pembentukan karakter manusia seutuhnya, sehingga semua dapat menjadi ohmasena washte dimanapun dan kapanpun berada. Sehebat apapun cara kerja panitia, tanpa kerjasama dari peserta, ekspedisi tidak akan akan berjalan dengan baik. Peserta meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda-beda menunjukkan sikap proaktif dengan panitia sehingga himbauan yang diberikan selalu dijalankan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tidak ada gading yang tidak retak, dan tidak ada sesuatu yang sempurna, kecuali Tuhan dan ciptaan-Nya. Ohmanesa Washte juga tidaklah sempurna 100% seperti yang diharapkan oleh semua pihak, baik peserta maupun panitia. Dalam pelaksanaannya juga masih terdapat kekurangan yang perlu mendapatkan evaluasi agar perjalanan selanjutnya menjadi lebih baik. Dari pihak panitia masih perlu dioptimalkan kinerja beberapa seksi, sedangkan dari pihak peserta dinilai sudah cukup bagus, kecuali ada segelintir peserta (tidak lebih dari 4 orang) yang harus lebih banyak belajar mengenai arti kebersamaan dan kekompakan, bukan mementingkan diri sendiri.
Berdasarkan evaluasi perjalanan, dapat disimpulkan bahwa Ohmanesa Washte adalah ; ekspedisi yang sukses ; ekspedisi yang patut dijadikan contoh untuk penyusunan rencana ekspedisi yang akan datang, dan ; ekspedisi yang membawa kesan luar biasa dalam hidup semua peserta. Suksesnya ekspedisi tidak lepas dari kerjasama peserta dan panitia. Tidak ada salahnya juga kalau ekspedisi ini sukses atas bantuan moril maupun material yang di berikan oleh Bang Elang (dr. Isma). Beliau banyak memberikan filosofi mengenai alam dan kehidupan yang sangat bermanfaat dan beliau juga memberikan banyak bantuan akomodasi untuk panitia dan peserta. Terima kasih Bang, Bravo !!.
Amsi Rahmanta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar