Sabtu, 20 September 2008

SEKILAS MENGENAI TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO


Tulisan ini merupakan salah satu laporan Praktek Lapangan yang saya susun sewaktu masih kuliah dan aktif sebagai volunteer di TN.Gede Pangrango

Sejarah Singkat Kawasan

Taman Nasional Gede Pangrango dicanangkan pada tahun 1980, ketika pemerintah mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan empat taman nasional yang lain. Luas taman nasional ini adalah 15.196 ha, merupakan taman nasional kedua terkecil di Indonesia. TNGP mempunyai potensi keragaman hayati yang tinggi di dunia sehingga kawasan ini menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna di dunia.

Pada beberapa abad sebelumnya kawasan puncak merupakan salah satu tempat terpencil di Jawa, dimana daerah-daerah di kaki lereng pegunungan banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah. Sejarah wilayah ini diketahui dari beberapa legenda sunda kuno, yang dikatakan sebagai sebuah jalur antara kota tua Cianjur dan Bogor.

Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya sebuah kebun kecil dekat Istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas Pada tahun 1830. Perkebunan ini kemudian diperluas menjadi Kebun Raya Cibodas saat ini. Kemudian wilayah ini dikenal sebagai salah satu tempat kunjungan utama para ahli botani dunia.

Wilayah Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811. Pendakian pertama Gunung Gede tercatat oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), S.H. Teysman (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), dan Dr. Van Leuween (1911). CGGJ. Van Steenis (1920-1952) mengumpulkan spesimen-spesimen dan menyiapkan sebuah studi untuk bukunya yang terkenal :” The Mountain Flora of Java”, yang dipublikasikan pada tahun 1972.

Pengembangan kawasan dimulai pada tahun 1889 yaitu ketika hutan yang terletak diantara Kebun Raya Cibodas sampai mata air panas dikukuhkan sebagai cagar alam (240 ha). Kemudian pada tahun 1919 dikukuhkan pula Cagar Alam Cimungkat (56 ha). Selanjutnya pada 1975 Hutan Wisata Situ Gunung (120 ha) juga dikukuhkan. Tahun 1975 dikukuhkan sebagai Cagar Alam Gunung Gede Pangrango (14.000 ha), dengan dua puncak utama yang diperluas. Akhirnya pada 16 maret 1980 semua wilayah terpisah kawasan ini disatukan melalui deklarasi pendirian Taman Nasional seluas 15.196 ha. Kemudian pada tahun 1984 dibentuklah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Tingginya keragaman hayati di kawasan ini menjadikannya sebagai salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Kemasyuran TNGP makin diperkuat dengan dikukuhkannya sebagai Cagar Biosfer dunia oleh UNESCO. Sebagai zona inti biosfer dunia, Taman Nasional ini berperan melindungi flora dan fauna endemik Jawa Barat yang unik didalamnya.

Usaha pengembangan dan peningkatan Taman Nasional Gede Pangrango di tempuh melalui progam persaudaraan bersama dengan National Park Bavarian di Jerman. Pendekatan searah juga dilakukan melalaui pengembangan bersama Taman Negara di California dan Taman Nasional Kinibalu di Sabah, Malaysia. Taman Nasional Gede Pangrango hingga kini berusaha keras untuk berada di garis depan dalam program perencanaan konsevasi di masa depan.

Potensi Umum Kawasan Gede Pangrango

a.Keadaan fisik
Secara geografis, kawasan taman nasional Gede Pangrango terletak antara 1060 ‘ 51’- 1070 ‘02’ BT dan 60 41’-60 ’51’ LS. Secara administrasi Taman Nasional ini terletak pada tiga wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

Lokasi TNGP sangat strategis dekat dengan pusat-pusat pemukiman penduduk, pusat-pusat penelitian dan pendidikan, dan pusat pengembangan wilayah, serta dikelilingi oleh jalan raya propinsi yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Posisi yang menguntungkan ini menyebabkan TNGP banyak dikunjungi masyarakat, untuk memanfaatkan kawasan dengan potensi yang dikandungnya baik secara legal (seperti kegiatan penelitian, pendidikan, rekreasi) maupun secara ilegal (seperti penggarapan lahan hutan, pencurian hasil hutan, pencemaran).
Kawasan TNGP terdiri dari wilayah pegunungan, yaitu Gunung Pangrango (3.019 m dpl), Gunung Gede (2.958 m dpl)., Gunung Gumuruh (2.929 m dpl), Gunung Masigit (2.500 m dpl), Gunung Lingkung (2.100 m dpl), Gunung Mandalawangi (2.044 m dpl), dan beberapa gunung kecil lainnya. Beberapa tempat bertopografi ringan sampai datar, misalnya alun-alun Suryakencana (kawasan datar di komplek puncak gede seluas 50 ha) dan alun-alun Mandalawangi di komplek puncak pangrango seluas 5 ha). Ketinggian tempat bervariasi mulai dari 800 m dpl sampai 3.019 m dpl.
Curah hujan rata-rata setiap tahunnya adalah 3.000 mm – 4.200 mm. Bulan basah jatuh pada periode Oktokber-Mei, bertepatan dengan musim barat laut. Sedangkan curah hujan rendah lebih dari 200 mm/bulan, yaitu pada bulan Desember sampai Maret bisa mencapai 400 mm/bulan atau lebih. Bulan-bulan kering jatuh pada periode Juni-September dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm/tahun.

Temperatur rata-rata tahunan bervariasi antara 180C di Cibodas dan kurang dari 10oC di puncak pangrango, dengan penurunan rata-rata 0,550C per kenaikan 100 meter ketinggian tempat. Dengan rendahnya temperatur ini kadang-kadang turun salju atau hujan es sekitar Puncak Gede dan Pangrango.

Kawasan TNGP merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang penting untuk kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Kawasan ini terbagi ke dalam tiga daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung dengan 17 anak sungai di bagian barat (Wilayah Bogor), DAS Citarum dengan 20 anak sungai di bagian timur (Wilayah Cianjur), dan DAS Cimandiri di bagian selatan (Wilayah Sukabumi).

Sungai-sungai yang mengalir di kawasan ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, misalnya sebagai sumber air bagi keperluan rumah tangga, pertanian, dan industri. Fungsi utama dari sungai tersebut bagi ekosistem kawasan yaitu sebagai sumber air bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan.

b. Keadaan Biologi

Taman Nasional Gede Pangrango dikenal karena tingginya keragaman hayati flora fauna didalamnya. Menurut Meijer (1959), dalam Rugayah dan Sunarno (1992), jumlah jenis tumbuhan berbunga (Spermathophytha) di TNGP ada 900 jenis, dan menurut Kato (1991), dalam Darnaedi (1992), terdapat 400 jenis tumbuhan paku (Pteridophyta). Menurut Seifriz (1924) kawasan ini diperkaya 114 jenis tumbuhan lumut (Briophyta).

Jenis ekosistem kawasan ini adalah ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem Hutan Montana, Sub Montana, dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman (damar), dan hutan sekunder.

Kekayaan tumbuhan di dalam kawasan menurut Van Stennis (1972), tumbuhan di kawasan TNGP dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl), dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl). Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon rasamala dan buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica).

Potensi Obyek Wisata Alam

Selain kekayaan flora dan fauna, TNGP juga kaya akan potensi obyek wisata alam seperti keindahan alam, air terjun, air panas, danau, kawah, padang rumput pegunungan, goa, dan obyek wisata budaya. Pemandangan yang indah bisa dinikmati dari jalan raya sekeliling Taman Nasional, juga dibeberapa tempat seperti pemandangan (view) di sekitar Situgunung, Selabintana, Bodogol, dan pemandangan alam dari puncak gunung.

Air terjun merupakan salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Di kawasan ini terdapat tidak kurang 20 air terjun, empat buah diantaranya sudah dikembangkan dan banyak diminati masyarakat, seperti air terjun Cibeureum di Cibodas, Cibeureum di Selabintana, Curug Sawer Situgunung dan air terjun Cipadaranten Bodogol. Di komplek air terjun Cibeureum Cibodas terdapat tiga buah air terjun, yaitu air terjn Cibeureum (30 m), Cidendeng (25), dan Cigundul (20 m).

Salah satu gejala alam yang unik di kawasan Taman nasional ini adalah adanya lahan basah seperti danau/telaga dan rawa pegunungan. Tanah di daerah pegunungan biasanya bersifat porous, namun di kawasan ini terdapat beberapa lahan basah, diantaranya Telaga Biru, Rawa Gayanggong dan Rawa Denok.

Puncak gunung merupakan obyek wisata yang paling banyak diminati pengunjung. Di kawasan ini terdapat dua puncak gunung yang sering dikunjungi yaitu puncak Gunung Gede (2.958 m) dan puncak Gunung Pangrango (3.019 m). di komplek puncak Gunung Gede terdapat beberapa kawah, yaitu Kawah Ratu, Kawah Lanang, Kawah Wadon, dan Kawah Baru. Arah selatan dari puncak Gunung Gede terdapat padang rumput seluas kurang lebih 51 ha yang dikenal dengan nama Alun-Alun Suryakencana. Di komplek Gunung Pangrango terdapat pula padang rumput yang dikenal dengan nama Alun-Alun Mandalawangi seluas 3 ha. Di kedua komplek puncak gunung tersebut ditumbuhi dengan jenis tumbuhan yang khas dan langka yaitu bunga Eidelwiss (Anaphalis javanica) .

Bagi mereka yang suka berkemah tersedia tiga lokasi bumi perkemahan, yaitu bumi perkemahan Bobojong di Gunung putri, bumi perkemahan Pondok Halimun di Selabintana, dan bumi perkemahan Barubolang di Cisarua.

Beberapa buah goa yang terdapat di kawasan ini sering didatangi oleh peziarah seperti Goa Lalay di Cibodas, Goa Gumuruh, dan Goa Ciheulang di Cimungkat.

Struktur Organisasi

TNGP adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam setingkat eselon III, yang berada di bawah dan bertanggungjawab terhadap Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan dan Perkebunan. TNGP bertugas menyelenggarakan pengelolaan kawasan Taman Nasional dalam rangka konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta berfungsi :

a.Penyusunan program pengembangan taman nasional.
b.Pemangkuan, perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan taman nasional beserta ekosistemnya.
c.Promosi dan informasi
d.Pengamanan kawasan, konservasi kawasan hutan dan lingkungan, konservasi jenis sumberdaya alam hayati dan bina wisata alam.
e.Urusan tata usaha.

TNGP dipimpin oleh seorang Kepala Balai. Struktur organisasi TNGP diatur sesuai Surat Keputusan Kepala Balai TNGP No. Kep. 26/VI-TNGP/1998 Tanggal 20 November 1998, sebagai berikut :

a.Sub Bagian Tata Usaha

Bertugas melakukan urusan tata usaha kepegawaian, keuangan, surat menyurat, kearsipan, dan rumah tangga.
b.Seksi Konservasi

Bertugas melakukan penyusunan program, pemangkuan, perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan beserta ekosistemnya, serta promosi dan informasi.
c. Sub Seksi Wilayah Konservasi

Bertugas melakukan pemangkuan, perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan beserta ekosistem di wilayah kerjanya. Untuk pelaksanaan tugas dan fungsi di lapangan dibentuk Sub Seksi Wilayah Konservasi (SSWK) yang mencakup tiga wilayah kabupaten yaitu Cianjur, Bogor, dan Sukabumi. Wilayah Cianjur dengan SSWK Gunung Putri berkedudukan di Cibodas, meliputi satuan operasional Cibodas, Gunung Putri, dan Gedeh. Wilayah Bogor dengan SSWK Bodogol meliputi satuan operasional Bodogol, Cimande, dan Cisarua. Wilayah Sukabumi dengan SSWK Selabintana berkedudukan di Selabintana meliputi satuan operasional Selabintana, Goalpara, Cimungkat, dan Nagrak.

d. Kelompok Jabatan Fungsional

Terdiri dari Jagawana, Teknisi Kehutanan bidang Konservasi Kawasan Hutan dan Lingkungan, Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati, serta Teknisi Kehutanan Bidang Bina wisata Alam.

Program Pengelolaan dan Pengembangan

Taman Nasional Gede Pangrango merupakan salah satu proyek pengelolaan Tanam Nasional yang berhasil, sehingga menjadi barometer pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. untuk meningkatkan profesionalisme pengelolaan TNGP telah membuat rencana pegembangan 25 tahun melalui Rencana Pembangunan Taman Nasional (RPTN 1995-2020). RPTN yang telah disusun senantiasa terus dievaluasi dan diperbaiki setiap tahunnya. RPTN dijabarkan dalam rencana pengelolaan yang lebih sempit yaitu Rencana Kegiatan Lima Tahun (RKL), dan RKL sendiri dijabarkan dalam Rencana Kegiatan Tahunan (RKT).

Dalam pengelolaan kawasan taman nasional ini, TNGP menghadapi beberapa kendala, yaitu sebagai berikut ;

a.Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang ada di UPT TNGP dibandingkan dengan taman nasional yang terdapat di luar Jawa diketahui cukup tinggi, yaitu 126 : 15.196 ha, setara dengan 1 orang berbanding 120 ha. Kondisi ini juga ditentukan oleh faktor lain, yaitu tingkat pendidikan, keahlian, ketrampilan, mental, loyalitas dsb.

b.Apresiasi Pengunjung

Kelestarian Taman Nasional dan segala isinya sangat bergantung pada apresiasi pengunjung. Rendahnya apresiasi pengunjung tercermin pada saat mereka berada dalam kawasan, serta dampak perilaku tersebut terhadap potensi hayati, sarana dan prasarana, maupun terhadap kondisi lingkungan. Permasalahan tesebut selalu dikontrol dan diamati secara terus-menerus oleh petugas Taman Nasional bersama volunteer Taman Nasional. Akan tetapi budaya masyarakat yang masih rendah untuk turut menjaga dan melestarikan lingkugan belum seluruhnya dapat ditanggulangi.
c.Apresiasi Masyarakat

Daerah sekitar Naman Nasional dikelilingi oleh pemukiman penduduk. sebagian besar dari masyarakat tersebut kondisi sosial ekonominya masih sangat rendah. Tingkat sosial ekonomi yang masih sangat rendah ini menyebabkan kehidupan mereka masih bergantung pada penggunaan sumberdaya hayati secara langsung. Masalah ini menimbulkan berbagai gangguan dan kerusakan hutan seperti pengambilan kayu bakar, pencurian paku-pakuan dan aggrek, perburuan satwa liar, serta penebangan liar. Permasalahan ini belum dapat ditangani secara maksimal, sehigga diperlukan waktu yang panjang untuk meningkatkan apresiasi masyarakat.
d.Sarana dan Prasarana

Fasilitas yang terdapat di TNGP sudah cukup memadai. Fasilitas pelayanan pengunjung telah banyak di bangun untuk kenyamanan pengujung. Kendala masih banyak dalam pengelolaan fasilitas ini seperti kurang terpelihara dan rusak oleh ulah pengujung. Kendala lainnya dalam pengelolaan sarana dan prasarana ini yaitu keadaan cuaca yang sangat lembab, sehingga menyebabkan daya tahan bangunan menjadi menurun.

Dalam rangka menciptakan suatu pengelolaan yang profesional, beberapa aspek menjadi bahan evaluasi pengembangan yaitu peningkatan sumber daya manusia baik kualitas maupun kuantitasnya, pemantapan kerjasama kemitraan, pengembangan sistem pengelolaan, promosi dan informasi, serta pembangunan sarana dan prasarana yang memadai.

Kemitraan Taman Nasional Gede Pangrango

Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1990 Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang dikelola berdasarkan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang kegiatan budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh Taman Nasional sendiri, tetapi perlu adanya dukungan dari pihak lain melalui kerjasama dengan berbagai lembaga dalam program kemitraan. Secara garis besar kemitraan lembaga ini dikelompokkan kedalam tiga bagian yaitu lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lembaga swasta lainnya.

Beberapa lembaga pemerintah yang menjadi mitra TNGP dalam kerjasama tersebut diantaranya adalah lembaga sektoral, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan pemerintah daerah. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam bentuk fasilitas, sumber dana, serta keterlibatan sumberdaya manusia, seperti keahlian, informasi, dll.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berkantor pusat di kota besar umumnya mempunyai basis kerja disekitar kawasan konservasi. Berbagai LSM konservasi, organisasi pecinta alam, dan para sukarelawan (volunteer) juga sangat mendukung kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola kawasan konservasi.

Dibandingkan dengan Taman Nasional di Indonesia lainnya, TNGP merupakan salah satu Taman Nasional yang lebih dulu mengembangkan sistem kemitraan dengan masyarakat lokal paling intensif. Kemitraan di Taman Nasional ini sudah berjalan duabelas tahun yang dikenal sebagai kelompok Volunteer atau sukarelawan. Mereka yang menjadi sukarelawan sebenarnya adalah kelompok atau pemuda dewasa yang mengabdikan tenaga dan pikirannya secara sukarela untuk membantu tugas sehari-hari petugas di lapangan. Kegiatan Volunteer ini antara lain ; membantu meringankan petugas berdasarkan hobby, pelayanan pengunjung, cek packing, penyuluhan, patroli hutan, operasi bersih, SAR, pemanduan, evakuasi korban, interpretasi, dan pendidikan lingkungan hidup. Para Volunteer ini tercatat pada Kantor Sospol sebagai LSM, kader konservasi, pecinta alam, tim Rescue, dan sebagai mitra Taman Nasional. Banyak ide dari volunteer yang kemudian dikembangkan menjadi program TNGP.

Untuk mengukuhkan eksistensi volunteer TNGP, maka pada tanggal 17 Agustus 1996, di buat perjanjian kerjasama antara TNGP dan Volunter TNGP. Sampai saat ini terdapat lima kelompok Volunteer yaitu, Volunteer Montana di Resort Cibodas, Volunteer GPO di Resort Gunung Putri, Volunteer Panthera di Resort Selabintana, Volunteer Eagle (1998 akhir) di Bodogol, dan Volunteer Evergreen di Sarongge.

Sektor swasta juga banyak yang terlibat dan peduli dengan masalah-masalah konservasi lingkungan. Masalah lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya alam hayati telah banyak disebarluaskan ke masyarakat luas. Sektor swasta banyak berperan dalam menggalang dana, pengembangkan sumberdaya manusia, dan pemikiran yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi.

Tidak ada komentar: